Di balik dinding hijau sebuah panti asuhan di Jalan Purworejo Magelang, seorang remaja perempuan duduk di sudut kamar sambil menulis novel di layar ponselnya. Namanya Usfina Aliffia, atau akrab disapa Nana, siswi SMK Maarif NU Bener yang tinggal di Panti Asuhan Darul Hadlonah Muslimat NU Purworejo



Meski hidup tanpa fasilitas mewah, Nana justru bersinar sebagai penulis muda yang sudah menjuarai lomba cerpen dan tengah mempersiapkan novel pertamanya yang tebalnya mencapai 300 halaman.



Awalnya coba-coba nulis cerpen, ternyata enak. Terus lanjut nulis novel. Nggak punya laptop, jadi nulisnya pakai HP,” ujar Nana, Kamis (31/7/2025).



Menulis: Terapi dan Harapan Bagi Nana, menulis bukan sekadar hobi. Di tengah keterbatasan dan kesunyian, menulis menjadi pelarian sekaligus cara berdamai dengan masa lalu dan merangkai masa depan. Cerpen pertamanya berjudul “Untukmu yang Tertinggal di Ingatan” bercerita tentang rasa kehilangan dan ungkapan hati yang tak tersampaikan pada orang yang telah pergi.



Cerita itu membawa Nana meraih juara dalam sebuah lomba cerpen, dan sejak itu, ia terus menulis. Meski terkendala kuota internet, listrik mati, dan harus berbagi ruang dengan anak-anak panti lainnya, Nana tetap konsisten menulis halaman demi halaman.



Kalau novel saya tulis sekitar 5 bulan tanpa memakai laptop sih,” jelasnya.



Nana berharap suatu hari punya laptop agar bisa menulis lebih leluasa dan belajar lebih banyak tentang dunia literasi.

Kalau punya laptop, saya pengen bikin blog sendiri, terus upload cerpen dan puisi. Siapa tahu bisa jadi penulis beneran,” ucapnya penuh harap.



Bagi Nana, mimpi menjadi penulis bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga membuktikan bahwa anak-anak panti punya suara dan cerita yang layak didengar.



Saya ingin tulisan saya bisa menginspirasi orang. Bahwa meski hidup di panti, kita juga bisa berkarya. Bisa bangga pada diri sendiri,” katanya